Menurut fiqih, muamalah
ialah tukar menukar barang atau sesuatu yang memberi manfaat dengan cara yang
ditentukan
A. Asas-Asas Transaksi dalam Ekonomi
Menurut
Mustafa Ahmad az-Zarqa, materi fiqih meuamalah terbatas pada aspek ekonomi dan
hubungan kerja (bisnis) yang lazim dilakukan, seperti jual beli dan
sewa-menyewa.
Dalam
Al-Quran atau hadis, terdapat beberapa peinsrip dasar yang harus diperhatikan
dalam bermuamalah. Prinsip-prinsip dasar yang dimaksudkan, yaitu sebagai
berikut.
1. Asas
suka sama suka : kerelaan yang sebenarnya, bukan kerelaan yang bersifat semu
dan seketika. Oleh karena itu, Rasulullah mengharamkan ba’I al garar
2.
Asas keadilan : yaitu adanya
keseimbangan, baik produksi, cara memperolehnya, maupun distribusinya.
3.
Asas saling menguntungkan : tidak ada
satu pihak pun yang dirugikan
4.
Asas saling menolong dan saling membantu
Dalam
kehidupan di era modern dan globalisasi saat ini, banyak transaksi ekonomi yang
tidak mengindahkan asas-asas Islam tersebut, misalnya jual beri barang haram,
terjadinya pemalsuan produksi, pelanggaran hak cipta, pembajakan dan lain
sebagainya. Jika ditelusuri lebih seksama akibat transaksi yang melanggar norma
tersebut sangat merugikan. Adapun yang dirugikan sebagai besar adalah konsumen
terutama dari kalangan masyarakat awam. Oleh karena itu, penerapan asas-asas
Islam dalam transaksi ekonomi sangat dibutuhkan. Ajaran Islam menerapkan asas
kekjujuran dan suka sama suka dalam bertransaksi ekonomi sehingga akan tercipta
tingkat kepuasan (satispaction) yang tinggi pada orang-orang yang bertransaksi.
B. Contoh Transaksi Ekonomi dalam
Islam
1.
Jual
Beli
Jual beli adalah
kegiatan tukar menukar suatu barang dengan barang lain (uang) dengan cara
tertentu. Jual beli, sesuai dengan firman Allah dalam Al-Quran Surah an-Nis-a’ [4] ayat 29 yang
mempunyai arti sebagai berikut :
“Wahai orang-orang yang
beriman! Janganah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil
(tidak benar), kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka
di antara kamu”
Jumhur ulama berpendapat bahwa rukun jual beli ada empat, yaitu sebagai
berikut.
a. Orang yang berakad (penjual dan pembeli), syaratnya
sebagai berikut.
1) Berakal, yaitu jual beli dilakukan dengan akal
sehat
2) Orang yang melakukan akad adalah orang yang
berbeda. Artinya, seseorang tidak dapat bertindak dalam waktu yang bersamaan
sebagai penjual sekaligus pembeli.
b. Sigat (lafal ijab dan Kabul), syaratnya sebagai
berikut
1) Orang
yang mengucapkannya telah akil balik dan berakal sehat
2) Kabul
sesuai dengan ijab, misalnya penjual mengatakan, “Saya jual buku ini dengan harga
dua puluh ribu.” Lalu, pembeli menjawab, “Saya beli dengan harga dua puluh
ribu.”
3) Ijab
dan Kabul dilakukan dalam satu majlis. Artinya, kedua belah pihak hadir dan
membicarakan topic yang sama
c. Barang
yang diperjual belikan, syaratnya sebagai berikut:
1) Barangnya
ada
2) Dapat
dimanfaarkan dan bermanfaat bagi manusia
3) Milik
seseorang
4) Bisa
diserahkan saat akad berlangsung atau pada waktu yang disepakati
d. Nilai
tukar pengganti barang, syaratnya sebagai berikut:
1) Harga
yang disepakati harus jelas jumlahnya
2) Bisa
diserahkan pada waktu akal (pembayaran harus jelas)
3) Apabila
jual beli dilakukan secara barter (al-muwayadah) barang yang dijadikan nilai
tukar bukan barang yang diharamkan
2.
Kerja
Sama Ekonomi
Untuk
menumbuhkan perekonomian yang sehat, diperlukan suatu kerja sama yang baik.
Adapun bentuk kerja sama ekonomi itu banyak macamnya, sebagai berikut:
a. Syirkah
Syirkah berasal
dari bahasa Arab yang artinya “percampuran” (sehingga sulit dibedakan). Secara
terminologis, syirkah bisa diartikan sebagai perserikatan daging, ikatan kerja
sama yang dilakukan dua orang atau lebih dalam perdagangan.
Syirkah
merupakan upaya saling menolong antar sesama manusia. Oleh karena itu, syirkah
sangat dianjurkan dalam Islam sebagaimana firman Allah dalam surah al-Maidah
[5] ayat 2 sebagai berikut
“Dan
tolong-menolong kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan
tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan”
Syarat umum syirkah sebagai
berikut:
1) Perserikatan
itu merupakan transaksi yang bisa diwakilan. Artinya, salah satu pihak jika
bertindak hokum terhadap objek perserikatan itu, dengan izin pihak lain,
dianggap sebagai wakil seluruh pihak yang berserikat.
2) Persentase
pembagian keuntungan untuk setiap yang berserikat dijelaskan ketika
berlangsungnya akal.
3) Keuntungan
diambilkan dari hasil laba harta perserikatan, bukan dari harta lain.
Syarat-syarat umum ini berlaku bagi syirkah
al-‘in-an (perserikatan harta) dan syirkah
al-wuj-uh (perserikatan tanpa modal)
b. Qirad/Mud’arabah
Istilah qirad
dikemukakan oleh ulama Hijaz, sedangkan ulama irak menyebutnya mudarabah. Qirad
merupakan kerja sama dalam pemberian modal kepada seseorang (pekerja/pedagang)
untuk diperdagangkan yang keuntungannya dibagi sesuai dengan kesepakatan
bersama.
Jumhur ulana
menyatakan bahwa rukun qirad adalah: orang yang berakad, modal, keuntungan,
kerja, dan akad. Adapun syarat-syaratnya, yaitu sebagai berikut.
1. Orang
yang bertransaksi harus orang yang cakap bertindak hokum dan cakap diangkat
sebagai wali.
2. Syarat
yang berkaitan dengan modal, yaitu:
a) Berbentuk
uang
b) Jelas
jumlahnya
c) Tunai
d) Diserahkan
sepenuhnya kepada pedagang
3. Keuntungan
harus jelas dan bagian masing-masing diambilkan dari keuntungkan daging
tersebut.
c. Musaqah
Musaqah adalah
transaksi antara pemilik kebun atau tanaman dan pengelola atau penggarap untuk
memelihara dan merawat kebun atau tanaman pada masa tertentu sampai tanaman itu
berubah.
Rukun musawah menurut jumhur ulama
alah lima, yaitu:
1) Ada
dua orang/pihak yang melakukan transaksi
2) Ada
lahan yang dijadikan objek dalam perjanjian
3) Menyangkut
jenis usaha yang akan dilakukan
4) Ada
ketentuan mengenai bagian masing-masing dari hasilnya
5) Ada
perjanjian, baik tertulis maupun lisan (sigat)
d. Muzara’ah
dan Mukhabarah
Kerja sama di
bidang pertanian antara pemilik lahan dan petani penggarap disebut muzara’ah.
Penduduk Irak menyebutnya mukharabah. Dalam masyarakat Indonesia dikenal dengan
paroan sawah. Namun, dalam mukhabarah,
bibit yang ditanam berasal dari pemilik lahan,
Jumhur ulama
mengemukakan rukun dan syarat yang harus dipenuhi, sehingga akad dianggap sah.
Rukun muzara’ah menurut mereka, yaitu:
1) Pemilik
lahan
2) Petani
penggarap
3) Objek
muzara’ah, yaitu antara manfaat lahan dan hasil kerja petani
4) Ijab
(ungkapan penyerahan menerima lahan untuk diolah dari petani)
C. Menerapkan Ajaran Islam dalam
Transaksi Ekonomi
Untuk
memenuhi kebutuhan hidup, kita dapat melakukan transaksi yang dihalalkan dalam
ajaran Islam, diantaranya jual beli. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam
Al-Quran Surah al-Baqarah [2] ayat 275, yang artinya
“Orang-orang yang makan (mengambil)
riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan
syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu,
adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama
dengan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya,
lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah
diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada
Allah. Orang yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah
penghuni-penghuni neraka;mereka kekal di dalamnya”.
Selain
itu dapat dilakukan dengan cara meminjam. Seseorang sangat dianjurkan untuk
memberi pinjaman secara baik-baik dan tidak ada pihak yang dirugikan. Hal ini
sesuai dengan firman Allah dalam Al-Quran Surah al-Baqarah [2] ayat 245, yang
artinya
“Siapakah yang mau memberi pinjaman
kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkannya di jalan Allah), maka Allah
akan melipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan
Allah menyempitkan dan melapangkan (rezeki) dan kepada-Nya-lah kamu
dikembalikan”.
Dari
ayat tentang jual beli tersebut di jelaskan bahwa transaksi yang dilakukan
seseorang dengan yang lainnya, harus didasari ketentuan Allah. Di dalam jual
beli, baik penjual maupun pembeli harus berdasarkan kejujuran dan suka sama
suka. Penjual harus menetapkan harga dan kualitas barang yang dijual sesuai
ketentuan yang berlaku. Adapun pembeli harus jujur bahwa dirinya memiliki
kebutuhan barang yang akan dibeli dengan harga yang pantas.
0 Response to "Muamalah"
Post a Comment